Penulis sejarah WP Goeneveldt, dalam buku Historical Notes on
Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Source, menyebutkan,
pembahasan tentang Pulau Bangka pernah ditulis dalam kitab klasik China,
Hsing-cha Sheng-lan (tahun 1436). Diceritakan, Bangka Belitung
merupakan wilayah kepulauan yang memiliki tradisi unik dan pemandangan
indah dengan sungai-sungai dan tanah datar.
Sumber lain menyebutkan, komunitas China mulai menetap di Pulau
Belitung tahun 1293. Saat akhir kejayaan Kerajaan Sriwijaya itu,
rombongan kapal tentara China yang berlayar hendak menyerang Kerajaan
Singasari, Jawa Timur, dihantam badai besar. Rombongan itu terdampar dan
akhirnya menetap di Belitung. Pada abad ke-18 tentara China di bawah
kepemimpinan Laksamana Cheng Ho juga sempat singgah di Pulau Belitung.
Kehadiran bangsa China secara besar-besaran di Kepulauan Bangka
Belitung berawal dari penambangan timah pada awal abad ke-18. Mary F
Somers Heidhues dalam Bangka Tin and Mentok Pepper memaparkan, ribuan
pekerja asal China datang secara massal sebagai kuli kontrak di
penambangan timah di Bangka dan Belitung tahun 1710.
Kuli kontrak itu umumnya berasal dari daerah utara Kwantung dan
selatan Fukien, China, dan biasa disebut Hakka. Kadang, mereka dipanggil
Xinke atau orang Khek. Selain itu, ada kaum Hokkian yang datang atas
kemauan sendiri untuk berdagang. Kelompok lain yang datang adalah
kelompok Hainan, Kanton, dan kelompok Techiu. Setiap kelompok memiliki
bahasa sendiri-sendiri.
Sebagian kuli kontrak pulang kembali ke kampung halaman di China,
sebagian lagi menetap di sejumlah kawasan di Pulau Belitung. Mereka yang
tinggal rata-rata kaum lelaki dan akhirnya menikah dengan kaum
perempuan lokal.